JAKARTA, KOMPAS.com — Tahun 2009 merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat yang ingin membeli properti terutama untuk tujuan investasi dalam mendapatkan imbal hasil (yield) yang optimal.
"Di tengah iklim ekonomi sekarang ini, investasi di sektor properti lebih menguntungkan ketimbang obligasi, deposito berjangka, apalagi saham," ungkap pengamat properti, Panangian Simanungkalit di Jakarta, Kamis (19/3).
Panangian mengatakan, investor yang ingin membeli untuk dilepas dalam waktu dekat atau untuk disewakan saat ini merupakan momentum yang tepat di saat banyak sektor yang memulai tahap konstruksi.
"Risiko di sektor properti, baik bisnis, suku bunga, inflasi boleh dibilang rendah ketimbang obligasi, deposito, maupun saham, meski harus hati-hati kemungkinan adanya risiko likuiditas," jelas Panangian.
Panangian mengatakan, sumbangan sektor properti dalam 10 tahun terakhir untuk "capital gain" maupun imbal hasil (yield) paling tinggi masing-masing 17,7 persen dan 13,4 persen ketimbang saham, emas, maupun deposito.
Bahkan, berdasarkan yield, peringkat Jakarta Indonesia termasuk paling tinggi mencapai 13,4 persen, ketimbang Manila Filipina, Kuala Lumpur Malaysia, Korsel, Bangkok Thailand, Tokyo Jepang, Shanghai Cina, Mumbai India, dan Singapura.
Panangian mengatakan, dalam membeli properti harus mempertimbangkan siklus properti, apakah masuk di saat transisisi, menjual, kelebihan pasokan, atau justru membeli.
Panangian juga memperkirakan tingkat bunga kredit di sektor perumahan, baik konstruksi, maupun KPR akan terus mengalami penurunan sampai dengan tahun 2012, masing-masing bisa mencapai 13 dan 9,5 persen.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria mengatakan, saat ini untuk proyek-proyek yang baru diluncurkan terutama hunian, baik bertingkat, maupun tampak sangat diminati.
Dia menunjuk proyek hunian bertingkat di bilangan Thamrin yang baru saja melaksanakan pemancangan tiang pertama (baru mulai konstruksi). Dari 414 unit yang dipasarkan, sebanyak 70 persen sudah laku terjual.
Mengenai penjualan properti yang juga mulai bergairah di luar Jakarta, Teguh mengatakan, hal itu tergantung pada daerahnya. Untuk kota-kota besar, sektor komersial yang marak seperti perkantoran, ruko, apartemen. Adapun untuk kota kecil, terbesar adalah perumahan.
Harga properti dan segmennya juga berbeda-beda. Misalnya saja, harga tanah di Bali tentunya berbeda dengan Medan sehingga memengaruhi juga segmen yang dituju.
"Tidak mungkin kita jual properti di atas Rp 1 miliar per unit di kota-kota kecil yang infrastrukturnya masih terbatas, misalnya. Tentunya akan sulit. Harus juga melihat karakteristik daerah yang akan dibangun," ujarnya.
Sementara itu, Chairman John Lang LaSalle, perusahaan konsultan properti, Lucy Rumantir, mengatakan, sebaiknya membeli properti yang dibangun pengembang yang memiliki reputasi yang baik, setidaknya dalam track record-nya berhasil mendongkrak harga jual dalam kurun waktu tertentu seraya menyebut salah satu pengembang di kawasan Kelapa Gading.
Ia juga menjelaskan, kiat untuk memilih pengembang semacam itu dapat dilihat dari rekam jejak (track record) di antaranya dari segi spesifikasi dan kualitas apakah sudah sesuai dengan apa yang dijanjikan saat menjual produk.
Kemudian, janji serah terima, apakah selama ini tepat waktu ataukah sering ingkar bahkan pernah dipenalti; serta terakhir, harus dilihat juga, apakah selama ini konsisten menjalankan master plan proyeknya. Demikian yang dirinci Lucy.
Dia juga mengingatkan, dalam membeli properti, jangan terbujuk rayu terhadap potongan harga yang ditawarkan. Tetap, yang menjadi pertimbangan adalah kapan proyek selesai agar jangan sampai kehilangan momentum. "Sebaiknya membeli proyek yang sudah 50 persen berjalan karena dipastikan jangka waktu serah terima tidak akan meleset dari perkiraan," jelasnya.
sumber: http://www.kompas.com
Edisi Spesial
"Rumah Siap Bangun 800 Juta-an di Jogja Barat"
"Beli Tanah Gratis Rumah Minimalis Modern"
"Rumah Siap Huni Tersedia 4 Tipe dengan Harga Terjangkau dan Bisa KPR"